Legenda Jepang dan Jejaknya dalam Nasionalisme Kekaisaran

Cerita rakyat Jepang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas nasional, menanamkan kebanggaan dan kesetiaan di antara rakyatnya. Kisah-kisah mitologi dalam Kojiki (712) dan Nihongi (720) disusun untuk memperkuat legitimasi kekuasaan kekaisaran, menciptakan narasi yang menghubungkan kepemimpinan dengan garis keturunan ilahi. Seiring berjalannya waktu, mitologi Shinto semakin memperkokoh gagasan nasionalisme, menampilkan Kaisar sebagai pemimpin yang memiliki hubungan langsung dengan para dewa.

Pada era modernisasi abad ke-19, Kekaisaran Jepang mengukuhkan nilai-nilai patriotisme melalui “Naskah Kekaisaran tentang Pendidikan” tahun 1890. Dokumen ini menekankan pengajaran moral wajib yang bertujuan memperkuat semangat kebangsaan dan identitas Jepang dalam menghadapi pengaruh Barat. Salah satu legenda yang memainkan peran besar dalam membentuk kesadaran nasional adalah kisah Momotaro. Tokoh ini, yang lahir dari buah persik dan bertempur melawan iblis di Pulau Iblis, sering dikaitkan dengan keberanian dan kemenangan bangsa Jepang melawan musuh asing.

Legenda Shinto lainnya, seperti mitos Amaterasu, menegaskan asal-usul ilahi kaisar dan memperkuat peran kekaisaran sebagai pemersatu bangsa. Sementara itu, kisah Susanoo, dewa badai, menggambarkan ketangguhan Jepang dalam menghadapi tantangan. Konsep “Yamato-damashii,” yang mengutamakan kesetiaan dan pengorbanan diri demi negara, semakin menegaskan nasionalisme ini. Kisah Empat Puluh Tujuh Ronin menjadi bukti lain dari nilai-nilai ini, mencerminkan semangat perjuangan dan persatuan yang terus menjadi landasan bangsa Jepang.