Kisah tragis Oiwa bermula ketika suaminya menginginkan pernikahan dengan tetangganya yang kaya, namun kehadiran istrinya menjadi penghalang. Dengan niat jahat, ia mencoba meracuninya. Bukannya menemui ajal, racun tersebut justru merusak wajah Oiwa secara mengerikan. Sang suami kemudian menenggelamkannya ke sungai untuk memastikan kematiannya. Namun, teror sejati dimulai ketika hantu Oiwa bangkit dari air, membayangi setiap langkah sang suami hingga akhir hidupnya.
Berabad-abad lalu, cerita hantu memiliki pengaruh kuat dalam budaya Jepang. Kisah-kisah ini dituangkan dalam seni cetak balok kayu dan terus berkembang dalam berbagai bentuk seni pertunjukan. Salah satunya adalah teater kabuki yang berasal dari periode Edo. Kabuki dikenal dengan efek panggung yang dramatis, mulai dari pintu jebakan, alat peraga yang canggih, hingga penggunaan darah sintetis untuk memperkuat kesan menyeramkan. Kisah Yotsuya, yang diciptakan oleh Tsuruya Nanboku IV pada tahun 1825, menjadi salah satu legenda hantu paling terkenal dalam teater ini.
Selain kabuki, teater noh juga memiliki tempat tersendiri dalam menghadirkan cerita hantu. Berbeda dengan kabuki yang lebih bombastis, noh menampilkan kisah-kisah yang lebih subtil dan filosofis, sering kali terkait dengan lokasi-lokasi tertentu yang memiliki sejarah kelam. Para aktor mengenakan topeng kayu yang tidak hanya mewakili karakter, tetapi juga diyakini sebagai perwujudan roh yang mereka perankan.
Kisah-kisah hantu Jepang bertahan karena memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyalurkan perasaan mereka terhadap ketidakadilan sosial di era feodal. Melalui cerita ini, mereka menemukan keadilan yang tidak dapat mereka capai di dunia nyata. Konsep ini terus berlanjut hingga era modern, terlihat dari popularitas film horor seperti Ringu (1998) dan The Ring (2002). Di Jepang, musim panas sering dikaitkan dengan kisah-kisah menyeramkan, karena dipercaya bahwa ketakutan dapat memberikan sensasi dingin di tengah udara yang panas dan lembap.