FDA Ingatkan Bahaya Finasterida Topikal yang Dapat Picu Gangguan Mental dan Fisik

Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) telah mengeluarkan peringatan serius mengenai potensi efek samping berbahaya dari penggunaan finasterida topikal, obat penumbuh rambut yang populer. Obat ini, yang sering digunakan untuk mengatasi kerontokan rambut, dikaitkan dengan sejumlah gangguan serius, termasuk kebingungan, depresi, disfungsi ereksi, hingga keinginan untuk bunuh diri. Beberapa efek samping lain yang dilaporkan termasuk kecemasan, kelelahan, insomnia, penurunan libido, serta nyeri testis.

Sejak 2019, FDA telah menerima 32 laporan kejadian buruk terkait penggunaan finasterida topikal, baik yang digunakan sendiri maupun dikombinasikan dengan bahan aktif lain seperti minoksidil. Meskipun finasterida topikal tidak disetujui secara resmi oleh FDA, obat ini tetap diproduksi oleh apotek untuk dioleskan langsung ke kulit kepala. Saat ini, satu-satunya bentuk finasterida yang disetujui FDA adalah pil oral, seperti Proscar dan Propecia, yang digunakan untuk mengobati masalah medis lain, seperti pembesaran prostat dan kebotakan pola pria.

FDA memperingatkan bahwa finasterida topikal dapat diserap melalui kulit dan masuk ke dalam aliran darah, berpotensi menyebabkan reaksi lokal seperti iritasi, kemerahan, atau rasa perih. Obat ini juga dapat menyebar ke orang lain melalui kontak kulit, sehingga meningkatkan risiko paparan yang tidak disengaja, terutama bagi wanita. Selain itu, finasterida topikal tidak dianjurkan untuk digunakan selama kehamilan karena dapat menyebabkan cacat lahir pada janin laki-laki.

Pentingnya Memanjakan Diri untuk Kesehatan Mental Ibu Pasca Melahirkan

Psikolog Joice Novita Kristianto, S. Psi., menyarankan agar para ibu memberikan perhatian khusus pada diri mereka sendiri setelah melahirkan untuk menjaga kesehatan mental. Ia mengungkapkan bahwa memanjakan diri dengan melakukan aktivitas perawatan diri di tengah kesibukan merawat bayi sangat penting bagi ibu yang baru saja melahirkan. Aktivitas seperti mandi air hangat, tidur cukup, atau melakukan perawatan kulit dapat memberikan efek positif pada kesejahteraan psikologis ibu.

Menurut Joice, setelah melahirkan, tubuh dan emosi ibu mengalami perubahan besar. Jika ibu tidak memberikan waktu untuk merawat diri sendiri, hal ini bisa menyebabkan kondisi seperti baby blues atau bahkan depresi pasca melahirkan. Oleh karena itu, penting bagi ibu untuk menjaga kesehatan mental dengan memberi ruang bagi diri sendiri. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan berbicara dengan tenaga profesional seperti psikolog mengenai kondisi mental yang dialami.

Joice juga menambahkan bahwa banyak ibu yang merasa bersalah saat ingin memprioritaskan diri mereka sendiri. Padahal, menjaga kesehatan mental ibu sangat penting untuk kebahagiaan keluarga. Dengan ibu yang sehat secara mental, keluarga akan menjadi lebih bahagia. Dukungan dari pasangan dan lingkungan sekitar juga sangat penting, terutama keterlibatan ayah dalam merawat bayi dan memberikan waktu istirahat bagi ibu.

Dengan memberikan waktu untuk merawat diri setelah melahirkan, ibu bisa memulai perjalanan barunya sebagai orang tua dengan kesehatan mental yang baik. Women’s Health Center Bethsaida Hospital Gading Serpong menyediakan layanan untuk mendukung pemulihan ibu pasca melahirkan, termasuk layanan untuk menjaga kesehatan mental.

Dua Minggu Bahagia: Probiotik Terbukti Kurangi Emosi Negatif pada Orang Sehat

Sebuah studi terbaru mengungkap manfaat mengejutkan dari probiotik, yang biasanya dikenal untuk menjaga kesehatan sistem pencernaan. Kini, penelitian yang dipublikasikan di npj Mental Health Research menunjukkan bahwa konsumsi rutin suplemen probiotik multispesies dapat membantu meredam emosi negatif dalam waktu hanya dua minggu, bahkan pada individu yang tidak memiliki gangguan suasana hati.

Penelitian ini melibatkan 88 relawan sehat berusia rata-rata 22 tahun. Para peserta dibagi secara acak untuk mengonsumsi satu sachet berisi campuran sembilan jenis bakteri probiotik atau plasebo setiap hari selama empat minggu. Bakteri dalam suplemen tersebut termasuk Bifidobacterium bifidum, B. lactis, serta berbagai spesies Lactobacillus dan Lactococcus yang telah dikenal mendukung keseimbangan mikrobiota usus dan berdampak positif terhadap kondisi emosional.

Agar tidak menimbulkan bias, sachet plasebo dibuat sedemikian rupa menyerupai probiotik dalam hal rasa, warna, dan aroma. Sebelum dan setelah masa konsumsi, peserta mengisi kuesioner mengenai pengelolaan emosi, dan juga melaporkan suasana hati serta kondisi pencernaan mereka setiap hari melalui tautan daring yang dikirim secara elektronik.

Hasilnya cukup signifikan. Kelompok yang mengonsumsi probiotik menunjukkan penurunan suasana hati negatif sejak minggu kedua, sementara kelompok plasebo tidak memperlihatkan perubahan berarti. Ini menjadi bukti awal bahwa probiotik bisa memberi manfaat psikologis bahkan pada mereka yang secara mental tergolong sehat.

Meskipun demikian, peneliti menekankan bahwa temuan ini tidak serta merta menggantikan peran pengobatan atau terapi psikologis, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi kesehatan mental yang lebih serius.