Fenomena Autisme Virtual: Dampak Gawai Berlebihan pada Anak Usia Dini

Paparan gawai secara berlebihan pada anak usia 1 hingga 3 tahun dapat menimbulkan kondisi yang menyerupai gangguan spektrum autisme, namun bukan autisme sesungguhnya. Fenomena ini dikenal sebagai autisme virtual, sebuah istilah medis yang telah diakui dalam berbagai literatur ilmiah. Dokter spesialis anak, dr. Amanda Soebadi, Sp.A, Subsp.Neuro.(K), M.Med, menjelaskan bahwa meskipun pola perilaku yang muncul terlihat seperti autisme, kondisi ini masih bisa dibedakan.

Anak-anak dengan autisme virtual kerap menunjukkan kesulitan dalam komunikasi sosial, perilaku berulang, serta tindakan yang tidak lazim. Perilaku seperti tidak merespons saat dipanggil, kurang kontak mata, dan minim ekspresi wajah sering kali muncul karena kurangnya stimulasi sosial yang tepat akibat penggunaan gawai. Berbeda dengan autisme sejati yang memiliki akar genetik, autisme virtual lebih berkaitan dengan faktor lingkungan.

Menurut Amanda, jika paparan gawai dikurangi, anak dengan autisme virtual biasanya menunjukkan perbaikan yang cukup cepat, seperti mulai bisa melakukan kontak mata dan menunjukkan ekspresi yang sesuai. Sementara itu, pada anak yang memang mengidap autisme, penggunaan gawai justru memperkuat kecenderungan terhadap aktivitas repetitif yang merupakan bagian dari ciri khas kondisi tersebut. Meskipun penggunaan gawai dihentikan, perilaku autistik biasanya tetap ada.

Amanda menekankan bahwa faktor genetik memegang peran penting dalam autisme. Anak dengan saudara kandung yang mengidap gangguan spektrum autisme memiliki risiko sembilan kali lebih tinggi untuk mengalami kondisi serupa.

Cegah Obesitas dan Malnutrisi Sejak Dini, Ini Pesan Penting Dokter Anak

Gaya hidup yang kurang sehat serta minimnya asupan nutrisi esensial dalam makanan harian bisa membuat anak lebih mudah terkena masalah kesehatan serius, seperti obesitas dan malnutrisi. Hal ini disampaikan oleh Dr. Atul Palwe, seorang dokter anak dan konsultan neonatologi dari Rumah Sakit Motherhood, Pune, India, dalam kutipan media Hindustan Times pada Jumat (11/4). Ia menjelaskan bahwa kelebihan berat badan pada anak dapat meningkatkan risiko terkena penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga gangguan jantung.

Selain itu, ketidakseimbangan gizi atau malnutrisi bisa memperlemah sistem kekebalan tubuh anak, menjadikannya lebih mudah terserang infeksi dan penyakit. Dr. Palwe menekankan bahwa orang tua perlu mencermati proses tumbuh kembang anak agar terhindar dari risiko tersebut. Ia menyarankan agar orang tua rutin memantau tinggi badan, berat badan, serta indeks massa tubuh (IMT) anak, guna mendeteksi sejak dini jika ada penyimpangan dari standar pertumbuhan yang sehat.

Ia juga mengingatkan bahwa banyak makan belum tentu berarti bergizi. Anak yang mengonsumsi makanan dalam jumlah besar tetap bisa mengalami kekurangan nutrisi apabila pilihan makanannya buruk. Untuk itu, penerapan pola makan seimbang yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral sangat dianjurkan.

Lebih lanjut, konsumsi makanan olahan dan minuman manis sebaiknya dibatasi. Orang tua juga diminta untuk tidak menjadikan makanan sebagai hadiah atau hukuman, karena hal ini bisa memicu kebiasaan makan yang emosional. Aktivitas fisik di luar ruangan serta tidur cukup turut berperan penting dalam menjaga kesehatan metabolisme dan nafsu makan anak.